Senin, 07 Februari 2011

Shalat Jama’ah

Mukarrom  /  at  01.15  /  No comments

Jama’ah menurut etemologi ialah sekumpulan, sedangkan menurut termenelogi ialah menggabungkan sholat makmum dengan sholat imam.
Perlu kita ketahui sesungguhnya rukun-rukun dan syarat-syarat di dalam sholat itu tidak ada perbedaannya baik dikerjakan dengan berjama’ah maupun sendirian, akan tetapi berjama’ah lebih utama di bandingkan sendirian.

Sebagaimana sabda Rasululloh.
صلاة الجماعة افضل من صلاة الفذ(يعنى المنفرد) بسبع وعشرين درجة "و فى روية بخمس وعشرين درجة.
Artinya: Melaksanakan sholat berjama’ah lebih utama dari pada melaksanakan sholat sendiri yang dengan sholat berjama’ah akan mendapatkan dua puluh derajat, dan disebutkan dalam riwayat lain akan mendapatkan dua puluh derajat.

Adapun berjama’ah didalam sholat jum’at itu hukumnya fardhu ain dan berjama’ah di dalam sholat maktubah(fardhu)itu ada beberapa ketentuan.
a.Fardhu kifayah
b.Sunnah
c.Fardhu ain, tapi menurut pendapat yang lebih shahih yakni imam Nawawi yaitu: fardhu kifayah yang mana suatu perbuatan yang wajib dikerjakan bagi ahli penduduk masing-masing, tapi apaila sebagian di antara ahli penduduk tersebut ada yang melaksanakan maka kewajiban bagi yang lainnya gugur. Sebaliknya jika tidak ada satupun diantara mereka yang melaksanakannya maka semua dari mereka akan memperoleh dosa atau kemurkaan Allah.
Dan tentang perintah berjama’ah Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat an nisa’ ayat 102 yang berbunyi.
اذا كنت فيهم فأقمت لهم الصلاة فلتقم طائفة منهم معك:الأية
Artinya:
Apabila engkau(Muhammad) berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu engkau hendak melaksanakan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu.
Pembahasan Inti
Paling sedikitnya sholat berjama’ah itu hanyalah dua orang yaitu imam dan makmum sedangkan paling banyaknya sholat berjama’ah itu tidak terbatas jumlahnya.
Kemudian bagi orang laki-laki yang berjama’ah di masjid itu lebih utama dari pada di rumah sedangkan bagi perempuan itu lebih utama berjama’ah di rumah dari pada di masjid,dan bagi seseorang dapat bermakmum dengan imam selain sholat jum’at selama imam itu belum melakukan salam yang pertama meskipun makmum belum sempat duduk
Beserta imam. Adapun sholat jum’at itu hukumnya fardhu ain akan tetapi sholat jum’at terssebut di nyatakan tidak berhasil kecuali paling tidak bagi si makmum sudah menemukan satu rakaat dari sholat jama’ah jum’at.

Kemudian bagi makmum wajib niat mengikuti imam dan tidak wajib menentukan imam yang ada disitu meskipun makmum tersebut tidak mengetahui imamnya, apabila si makmum menentukan niatnya pada seorang imam tiba-tiba keliruh maka sholat makmum tersebut menjadi batal, misal: aku niat shalat dhuhur dengan imam si Syahroni tiba-tiba salah, karena ternyata yang menjadi imam itu bukan Syahroni melainkan si Supono, maka sholat si Syahroni tersebut batal, akan tetapi jika penentunya kepada imam itu dengan isyarat, seperti ucapan makmum, aku niat mengikuti Zaid ternyata yang menjadi imam adalah Umar maka sholat si Syahroni tersebut sah. Sedangkan bagi imam tidak wajib niat menjadi imam hanya saja di sunnahkan, akan tetapi lebih baik apabila imam tersebut berniat menjadi imam dan sebaliknya jika imam tersebut tidak niat maka tidak menjadikan shalatnya batal dan di hukumi seperti sholat sendirian.
Dan bagi orang yang merdeka diperbolehkan berjama’ah (bermakmum) pada budak begitu juga orang yang sudah baligh boleh bermakmum pada anak yamg belum baligh.

Ada empat hal tidak sah sholatnya makmum yang mengikuti imam.
1.Bermakmum pada anak kecil yang belum nalar.
2.Orang laki-laki yang bermakmum pada perempuan.
3.Huntsa musykil yang bermakmum pada perempuan atau sama bancinya.
4.Orang yang sudah baik bacaan fatihahnya bermakmum pada orang yang buta huruf yaitu orang yang merusakkan huruf atau tasydidnya fatihah.

Kemudian disini mushannif memberikan petunjuk tentang syaratnya makmum, bahwa di mana saja orang yang sholat bermakmum dengan sholatnya imam dan bersama-sama di dalam Masjid, sedangkan makmum mengetahiu sendiri pada sholatnya imam atau si makmum melihat sebagian barisan yang ada di depannya maka hukum sholat makmum tersebut itu sah yakni sudah mencukupi syarat shahnya mengikuti imam selagi si makmum tersebut tidak mendahului kepada sholatnya imam. Jika si makmum mendahului imam dengan melebihi telapak kaki imam maka sholat makmum tersebut tidak sah, akan tetapi tidak berbahaya atau tidak berpengaruh bagi makmum yang menyamakan dirinya dengan imam.
Dan apabila imam sholat di dalam masjid dan makmum di luar masjid sedangkan jarak antara makmum dengan imam tidak lebih dari tiga ratus zdira’ dan keadaan makmum dapat melihat sholatnya imam juga tidak terdapat benda pemisah antara keduanya maka makmum boleh mengikuti imam tersebut, dan jarak itu di hitung-hitung dari akhir batas masjid.
Kemudian jika imam dan makmum itu tidak di dalam masjid misqalnya di tanah lapang atau di dalam suatu bangunan maka juga sah ikutnya makmum kepada imam dengan syarat jarak antara imam dengan makmum tidak melebihi dari tiga ratus zdira’ dan juga tidak ada pemisah antara imam dan makmum. Sekian

Oleh: M. Nasiruddin
Santri: PP. Al-Khoirot

Referensi: Al-Raudloh, Baijury

Share
Posted in: Posted on: Senin, 07 Februari 2011

0 komentar:

Blog Archive

Labels

Profil

Foto saya
Alumni PP. Al-Khoirot Karangsuko Pagelaran Malang, dan Sekarang menjadi Mahasiswa Ibnu Sina Kepanjen, Jurusan Pendidikan Bahasa Arab
Copyright © 2014 MUKARROM. Alumni PP. Al-Khoirot Malang | Konsultasi Syariah Islam FB-Q Facebook
Blog Q. Proudly Powered by Blogger.